You Are What You Eat
November 29, 2020
Loh loh,
udah hari ke-19 aja, nggak kerasa ya? Buat yang baca nggak kerasa, buat yang
nulis kerasa nih. Canda.. I’m willing to do this. Dan tiba-tiba keinget
slogannya Tyo, 2020 emang kelihatannya suram, tapi kita sudah pastikan kita
tetap berkembang. Super sekali sobatku ini!
Terus hari
ini mau ngomongin apa? Jadi tema hari ini adalah mindfulness, terus kepikiran
sama satu hal yang berkaitan dengan topik ini, you are what you eat.
Makan itu esensial
di hidup kita, soalnya kebutuhan pokok. Tapi kebanyakan dari kita suka salah
kaprah tentang makan. Mungkin salah satu hal yang mempengaruhinya adalah mindset
jangan pilih-pilih makanan.
Aku belum makan yang sehat banget, baru memulai dengan langkah kecil berupa perubahan mindset. Sesederhana mengubah “bukan makan namanya kalau nggak pakai nasi putih”. Padahal sumber karbohidrat nggak cuman dari nasi putih, kita bisa dapat dari jagung dan umbi-umbian.
Jadi pas makan, ketika yang dihadapanku karbonya
dikonversi menjadi kentang, singkong, atau tiwul, ya berarti aku makan, bukan
ngemil terus nyari nasi putih lagi.
Selain hal
tadi, aku juga mulai mengenal makanan apa saja yang memberikan reaksi pada
tubuhku. Selama 10 tahun bergumul dengan jerawat, aku awalnya nggak percaya
dengan apa yang aku makan bisa mempengaruhi kondisi wajahku. Sampai akhirnya
berobat ke dokter kulit dan diberi anjuran untuk menghindari jenis makanan
tertentu, untuk mempercepat proses penyembuhan.
Dan dari
situ baru aku paham, oh apa yang kita makan emang berpengaruh ya, nggak sekedar
isapan jempol, soalnya kita suka berasumsi kalau kita sehat terus dan nggak ada
masalah dengan apa yang kita makan. Tapi ketika dicek, apa yang kita makan emang ngaruh ke tubuh kita.
Selain itu
pernah nggak kepikiran, ternyata apa yang kita konsumsi berimbas pada produktifitas
kita? Gara-gara nonton video nya Yulia Baltschun, aku mulai memperhatikan sarapanku.
Kata dia, coba awali hari dengan sarapan yang baik. Dan valid, ketika makan
sesuatu yang full dengan karbohidrat sederhana (nasi putih, mie), bawaannya
gampang laper, eh malah nggak fokus kerja. Tapi pas sarapannya isi protein dan karbohidrat
kompleks, badan lebih enakan, fokus kerja juga dapet.
Semakin kesini, pas beli makan tuh pake mikir dulu, yang aku makan ini baik nggak buat tubuhku? Soalnya kalau nggak dibiasain takutnya di usia produktif gini jadi nggak bisa produktif karena sakit dan sebagainya.
Eits, bukan berarti hamba
tidak bisa makan nasi padang lauk rendang, tolong.. itu kenikmatan duniawi.
Tapi lebih memahami bahwa apa yang kita makan akan berpengaruh juga pada diri
kita.
8 komentar
Aku sependapat nih untuk membiasakan diri dengan sarapan bergizi, soalnya aku pernah ngalami yang namnaya ogah-ogahan sarapan dan kebukti tubuh jadi lemes dan ngga bisa konsen.
ReplyDeleteGeng sarapan bersatu!!
DeleteSelain bikin badan fit, naikin mood juga g sih mas? Jadi lebih siap gitu buat melaksanakan kegiatan.
Hidup sarapan!
Yuppzz setuju... bukannya nggak boleh tapi lebih ke aware sama apa yg dimakan dan jangan berlebihan. Sebaiknya2nya buah2an atau sayur2an yg bergizi sekalipun kalau berlebihan pun tak memberi manfaat.. betul?? Makan secukupnya... gula secukupnya, protein secukupnya, lemak secukupnya, garam secukupnya, serat secukupnya dan lain2 secukupnya.. hehehe
ReplyDeleteBetoooll Bay!!
DeleteEmang harus secukupnya, kalau kita sehat, kan makan apa aja juga enak.
Salah satu hal yang paling saya syukuri pernah saya lakukan adalah pergi ke dokter gizi, mba. Saya sebetulnya nggak ada masalah gizi, tapi saya berusaha check dan cari tau apakah saya punya pantangan makanan tertentu yang bisa menyebabkan 'kerusakan' pada tubuh in a long term 😁 Dari situ saya mulai atur pola makan. Tujuannya agar saya bisa tetap makan enak dalam waktu sangat lama sampai tuak 😂
ReplyDeletePrinsip ini saya pelajari dari pasangan. Kata dia, kalau kita mindful saat makan, kita jadi bisa punya kesempatan makan enak lebih lama karena tubuh kita sehat. While saat kita nggak jaga makan kita, tubuh bisa sakit dan akhirnya kita justru nggak bisa makan enak 🤣
Semoga kita semua bisa hidup lebih sehat ya, mba. Saya pun tetap makan pizza, rendang, etc kadang. Yang penting mindful dan tau batasan. Jangan berlebihan plus dicheck kualitasnya 😍 ps: thanks for sharing your thought, mba 💕
Kak Eno, udahlah.. aku no debat-debat club sama komentarnya kakak!
DeleteSetuju pake banget! Mau makan enak ya badan juga kudu sehat. Soalnya pas badan sakit, indra pengecap juga g berfungsi dengan baik. Mau di depan mata ada rendang sampai caviar yang mahal itu, udah nggak pingin, pait semua rasanya.
Eh aku setuju sama Tyo lho. 2020 mungkin bukan tahun yang baik, tapi setidaknya kita nggak membiarkan dia pergi begitu aja tanpa mengajarkan kita apa-apa *tsaaaah* 😆
ReplyDeleteSoal makanan, aku juga baru ngerasa belakangan ini saat eczema-ku flared up parah dan memutuskan untuk lebih mindful dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Ternyata bebenah makanan itu pengaruhnya besar sekali ya ke tubuh. Selama ini aku terlampau cuek, pokoknya makan apa aja asal kenyang. Jarang memperhatikan nutrisi yang masuk 🙄 sekarang lagi eczema, ditambah hamil juga, akhirnya membiasakan diri untuk lebih mindful dalam hal makanan.
Thank youu, Pitt udah nulis ini. Semangat terus yaa sampai hari ke-30! 😆
Betuuuuul sekali sbnrnya mba :D. Apa yg kita makan ya sbnrnya ngaruh Ama badan sendiri. Mungkin ga dirasain skr, tapi bisa jadi pas tua. Aku sesekali masih makan yg ga sehat, apalagi saat liburan. Suka kalap dah.
ReplyDeleteCm udah bisa membatasi lah. Aku tau mana yg ga bagus, mana yg masih oke. Jd kalo misalnya saat liburan ketemu Ama kuliner kambing, ya aku bagi 2 aja Ama suami :p. Jd ga seporsi sendiri. Trus malamnya ato besoknya, ya usahain yg LBH sehat.
Utk pilihan Karbo pun aku ga terpatok nasi. Roti, kentang udah cukup . Kalo udah makan itu, ya sudah, ga ngejar nasi juga.
Tapi kalo dirumah , aku LBH sehat sih pilihan makan. Setidaknya kayak detox Krn pas liburan udh cheating banyak hahahaha.
If you have no critics you'll likely have no succes ~Malcolm X